Jumat, 02 November 2012

Hargailah Orang, Kalau Ingin di Hargai Orang Lain

Hargailah Orang, Kalau Ingin di Hargai Orang Lain

Satu ketika, seorang orang tua ditanyai anaknya, ‘ayah apa yang saya mesti lakukan diluar rumah, apabila saya bicara dengan orang yang lebih tua umurnya dari saya. Teman-teman saya, bicara dengan sapaan kau. Tetapi ayah mengajar kami mengatakan pembahasaan yang menghormati orang yang lebih tua, utamanya yang layak dihormati.’
Sang ayah tidak langsung menjawab. Dia sementara melihat kepada anaknya yang bertanya. Kemudian menundukkan kepala. Setelah itu ia mengangkat bicara menjawab anaknya yang sementara menunggu jawabawan.

‘Bukankah telah kuajarkan kau dan kalian –hargailah orang lain, kalau kamu inginkan penghargaan orang lain. Hanya jalan menghargai orang tuamu sendiri dan orang yang lebih tua dari kamu, orang lain akan menilai kamu orang beradab, karena perlakuan sang anak diluar rumah merupakan pencerminan keadaan keluarga itu didalam rumahnya dari orang lain diluar rumah.’

‘Tetapi semua teman saya dimana-mana dan kapan saja, tidak pernah melakukan apa yang ayah ajarkan kepada kami. Malah kami dilihat-lihat, katakanlah ditertawai mereka, kalau kami melakukan hal yang ayah ajarkan. Canggung ditelinga mereka mendengar kami mengatakan kata sopan menurut adat istiadat kita. Karena adat orang disini, lain dari pada kebiasaan ayah ditanah leluhurnya. Jadi kami sopan dirumah saja, tetapi diluar rumah kami harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan orang dilingkungan kami.’
‘Dengar sebentar nak. Bahasa dan adat-istiadat betapa penting peranannya dalam pergaulan hidup sehari-hari, malah kadang bahasa turut mempengaruhi pembetukan watak dan kepribadian seseorang. Kita sekarang berada di Eropah. Kalian bergaul dan berbaur dengan berbagai bangsa dari sejala penjuru mata angin, yang mempunyai adat istiadat yang berbeda. Perbauran ini membangun pengasimilasian. Tetapi tetap adat dan kultur yang tua, sering menelan atau menghacurkan kultur yang lemah.
Justru kamu jangan jadi peribadi yang kehilangan pegangan hidup dan bangsa yang kehilangan keperibadian atau kultur.

Tetapi, lihat satu perbedaan antara pembahasaan kita selaku orang Indonesia dan bahasa Eropah pada umumnya, tentang kata –saya, kau, dia, kita, kami, mereka dan kamu. Kata kita dalam bahasa Eropah tidak berpungsi sendiri. Itulah yang dalam kehidupan sehari-hari memberikan pengaruh. Karena –kita adalah saya, kau dan dia (pihak lain) berarti semuanya termasuk. Tetapi kami, tidak termasuk kau.’
‘Apa yang ayah maksud dalam hal ini, saya belum paham benar, bahasa Eropah kan sempurna. Ayah mungkin salah memahami, utamanya bahasa Belanda: Ik = saya, Jij/U = kau, Hij/Zij = dia, we = kami, Zij = mereka. Ini sempurna, jadi tidak seperti yang ayah maksudkan.’

‘Itulah yang saya maksud sama tetapi, tetap ada perbedaan. Perbedaannya menurut pengertian ayah, adalah kita. Kita termasuk semuanya, tetapi kami tidak termasuk kau. Namun mungkin ayah salah mengerti. Tidak jadi soal, jangan persoalkan hal ini. Tetapi yang perlu kau tahu dan tanamkan, camkan baik-baik! Kalau ingin dihormati, hargailah orang lain, karena menghargai orang lain, berarti menghargai dirimu sendiri.
Tidak ada orang normal yang tidak suka dihargai, tetapi tidak semua orang dapat dan mau menghargai orang. Orang yang dimaksud terakhir adalah tipe egoist. Karena yang ditahu adalah dirinya saja, sedangkan dalam hidup dan berkehidupan, selain kau masih ada orang lain. Itulah saya maksud kita.

Hidup dirantau memang memerlukan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup tetapi menyesuaikan diri bukan berarti kehilangan harga diri dan kehilangan segala-galanya. Dalam mencari kehidupan dan yang ada hubungan dengan penghidupan bertarunglah untuk mencapai semaksimal mungkin yang dapat kau jangkau, tetapi mengejar penghidupan jangan kehilangan segalanya, karena harga diri tetap menentukan nilai kemanusiaan.

Kata orang –yang membedakan manusia dengan hewan adalah hal malu dan harga diri, kalau citra atau marwa diri tidak dimiliki lagi apa bedanya kita dengan hewan. Perasaan malu perlu ada dimiliki manusia, perasaan inilah mempertahankan nilai kemanusiaan. Sekaligus memisahkan dan membedakan sipat dan perlakuan antara insani dan hewani.’ *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar