Satu ketika, seorang
orang tua ditanyai anaknya, ‘ayah apa yang saya mesti lakukan diluar
rumah, apabila saya bicara dengan orang yang lebih tua umurnya dari
saya. Teman-teman saya, bicara dengan sapaan kau. Tetapi ayah mengajar
kami mengatakan pembahasaan yang menghormati orang yang lebih tua,
utamanya yang layak dihormati.’
Sang ayah tidak langsung menjawab. Dia
sementara melihat kepada anaknya yang bertanya. Kemudian menundukkan
kepala. Setelah itu ia mengangkat bicara menjawab anaknya yang sementara
menunggu jawabawan.
‘Bukankah telah
kuajarkan kau dan kalian –hargailah orang lain, kalau kamu inginkan
penghargaan orang lain. Hanya jalan menghargai orang tuamu sendiri dan
orang yang lebih tua dari kamu, orang lain akan menilai kamu orang
beradab, karena perlakuan sang anak diluar rumah merupakan pencerminan
keadaan keluarga itu didalam rumahnya dari orang lain diluar rumah.’
‘Tetapi semua teman saya
dimana-mana dan kapan saja, tidak pernah melakukan apa yang ayah
ajarkan kepada kami. Malah kami dilihat-lihat, katakanlah ditertawai
mereka, kalau kami melakukan hal yang ayah ajarkan. Canggung
ditelinga mereka mendengar kami mengatakan kata sopan menurut adat
istiadat kita. Karena adat orang disini, lain dari pada kebiasaan ayah
ditanah leluhurnya. Jadi kami sopan dirumah saja, tetapi diluar rumah
kami harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan orang dilingkungan kami.’
‘Dengar sebentar nak. Bahasa dan
adat-istiadat betapa penting peranannya dalam pergaulan hidup
sehari-hari, malah kadang bahasa turut mempengaruhi pembetukan watak dan
kepribadian seseorang. Kita sekarang berada di Eropah. Kalian bergaul
dan berbaur dengan berbagai bangsa dari sejala penjuru mata angin, yang
mempunyai adat istiadat yang berbeda. Perbauran ini membangun
pengasimilasian. Tetapi tetap adat dan kultur yang tua, sering menelan
atau menghacurkan kultur yang lemah.
Justru kamu jangan jadi peribadi yang kehilangan pegangan hidup dan bangsa yang kehilangan keperibadian atau kultur.
Tetapi, lihat satu perbedaan antara
pembahasaan kita selaku orang Indonesia dan bahasa Eropah pada umumnya,
tentang kata –saya, kau, dia, kita, kami, mereka dan kamu. Kata kita
dalam bahasa Eropah tidak berpungsi sendiri. Itulah yang dalam kehidupan
sehari-hari memberikan pengaruh. Karena –kita adalah saya, kau dan dia
(pihak lain) berarti semuanya termasuk. Tetapi kami, tidak termasuk
kau.’
‘Apa yang ayah maksud dalam hal ini,
saya belum paham benar, bahasa Eropah kan sempurna. Ayah mungkin salah
memahami, utamanya bahasa Belanda: Ik = saya, Jij/U = kau, Hij/Zij =
dia, we = kami, Zij = mereka. Ini sempurna, jadi tidak seperti yang ayah
maksudkan.’
‘Itulah yang saya maksud sama tetapi, tetap ada perbedaan. Perbedaannya
menurut pengertian ayah, adalah kita. Kita termasuk semuanya, tetapi
kami tidak termasuk kau. Namun mungkin ayah salah mengerti. Tidak
jadi soal, jangan persoalkan hal ini. Tetapi yang perlu kau tahu dan
tanamkan, camkan baik-baik! Kalau ingin dihormati, hargailah orang lain,
karena menghargai orang lain, berarti menghargai dirimu sendiri.
Tidak ada orang normal yang tidak
suka dihargai, tetapi tidak semua orang dapat dan mau menghargai orang.
Orang yang dimaksud terakhir adalah tipe egoist. Karena yang ditahu
adalah dirinya saja, sedangkan dalam hidup dan berkehidupan, selain kau
masih ada orang lain. Itulah saya maksud kita.
Hidup dirantau memang memerlukan
penyesuaian diri dengan lingkungan hidup tetapi menyesuaikan diri bukan
berarti kehilangan harga diri dan kehilangan segala-galanya. Dalam
mencari kehidupan dan yang ada hubungan dengan penghidupan bertarunglah
untuk mencapai semaksimal mungkin yang dapat kau jangkau, tetapi
mengejar penghidupan jangan kehilangan segalanya, karena harga diri
tetap menentukan nilai kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar